LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA BRONCHIALE
Compiled by
:
LINA AYU
PRAMATASARI
1.
Definisi
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh
tanggap reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam
rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan
yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan
derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena
pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status
imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation
1967).
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau
batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin,
sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma
dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran
bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran
nafas).(Iman Somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif
intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif
terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne, 2002).
1.
Etiologi
a. Alergen,
baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu
binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang berupa makanan seperti udang,
kepiting, zat pengawet, zat pewarna.
b. Infeksi
saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial,
parainfluensa.
c. Ketegangan
atau tekanan jiwa.
d. Olahraga/kegiatan
jasmani, terutama lari.
e. Obat-obatan
seperti penyekat beta, salisilat, kodein.
f. Polusi
udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap
industri.
2.
Manifestasi
Klinik
Stadium dini : Faktor hipersekresi
yang lebih menonjol
a. Batuk
dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi
basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing
belum ada
d. Belum
ada kelainan bentuk thorak
e. Ada
peningkatan eosinofil darah dan IG E
f.
Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
g. Whezing
h. Ronchi
basah bila terdapat hipersekresi
i.
Penurunan tekanan parsial O2
Stadium lanjut/kronik
a. Batuk,
ronchi
b. Sesak
nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak
lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara
nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak
seperti barel chest
f. Tampak
tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA
Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro
paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea
dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
3.
Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan
menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang
akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi
oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi
ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan
berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui
bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen
paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada
akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal.
Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan
fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah
insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital
capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap
kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi
saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress,
obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian
dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin,
anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos
(bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa,
hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas
yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.
4.
Pathways
Terlampir
5.
Pemeriksaan
penunjang
a.
Spirometri (Tidal volume, kapasitas vital)
b.
Pemeriksaan sputum dan pemeriksaan eosinofil
total (biasanya meningkat dalam darah dan sputum.
c.
Pemeriksaan
alergi (Radioallergosorbent Test : RAST) : Uji kulit, kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam sputum
d.
Foto thorak
e.
AGD
6.
Penatalaksanaan
medik
a. Bronkodilator
1)
Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 :
1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi
0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk
anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2)
Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan
dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10
menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam
dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
3)
Golongan antikolinergik: Sulfas atropin,
Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase
4)
Antihistamin : Mengenai pemberian
antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang
tidak setuju
5)
Kortikosteroid : Efek kortikosteroid adalah
memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak
mempunayi efek bronkodilator.
6)
Antibiotika : Pada umumnya pemberian
antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi
sekunder.
7)
Ekspektoransia : Memudahkan dikeluarkannya
mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer
sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
7.
Pengkajian
a.
Pengkajian Primer
1)
Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing
yang nyaring, penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot
interkosta)
2)
Breathing
Perpanjangan
ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus
menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi
3)
Circulation
Hipotensi,
diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus
paradoxus > 10 mm
b. Pengkajian
Sekunder
1)
Riwayat penyakit
sekarang
Lama menderita asma, hal
yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan
2)
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat alergi, batuk pilek,
menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
3)
Riwayat perawatan
keluarga
Adakah riwayat penyakit asma
pada keluarga
4)
Riwayat sosial
ekonomi
Lingkungan tempat tinggal
dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen,
hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.
8.
Diagnosa
Keperawatan
a. Ketidak
efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental
peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).
b. Ketidak
efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan
kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).
c. Ansietas
yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual
C;1995).
d. Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan
sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin
Tucker;1993).
e. Resiko
tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas, (Hudak dan
Gallo;1997).
f. Resiko
tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan
imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).
g. Resiko
tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia,
emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan Gallo;1997).
h. Resiko
tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan Martin Tucker;1993).
9.
Intervensi
Keperawatan
a. Ketidak
efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus bronkospasme.
Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
Kriteria
hasil
(a) Menentukan posisi yang nyaman sehingga
memudahkan peningkatan pertukaran gas.
(b) dapat
mendemontrasikan batuk efektif
(c) dapat
menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
(d) tidak
ada suara nafas tambahan
Intervensi
(a) Kaji
warna, kekentalan dan jumlah sputum
(b) Instruksikan
klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
(c) Ajarkan
klien untuk menurunkan viskositas sekresi
(d) Auskultasi
paru sebelum dan sesudah tindakan
(e) Lakukan
fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
(f) Dorong
dan atau berikan perawatan mulut
Rasional
(a) Karakteristik
sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
(b) Batuk
yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
(c) Sekresi
kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat
menimbulkan atelektasis.
(d) Berkurangnya
suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
(e) Fisioterpi
dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f)
Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa
sehat dan mencegah bau mulut.
b. Ketidak
efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan
kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
Tujuan
Klien
akan mendemontrasikan pola nafas efektif
Kriteria
hasil
(a) Frekuensi
nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
(b) Menyatakan
faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut
Rencana
tindakan
(a) Monitor
frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
(b) Posisikan
klien dada posisi semi fowler
(c) Alihkan
perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara
bernafas efektif
(d) Minimalkan
distensi gaster
(e) Kaji
pernafasan selama tidur
(f)
Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
Rasional
(a) Takipnea,
irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak
efektif
(b) Posisi
semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada
organ paru
(c) Ansietas
dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d) Distensi
gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e) Adanya
apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f)
Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat
komunikasi terapeutik.
c. Ansietas
yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
Tujuan
Asietas
berkurang atau hilang.
Kriteria
hasil
(a) Klien
mampu menggambarkan ansietas dan pola
fikirnya.
(b) Munghubungkan
peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
(c) Menggunakan
mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
Rencana
tindakan.
(a) Kaji
tingkat ansietas yang dialami klien.
(b) Kaji
kebiasaan keterampilan koping.
(c) Beri
dukungan emosional untuk kenyamanan dan
ketentraman hati.
(d) Implementasikan
teknik relaksasi.
(e) Jelaskan
setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
(f)
Pertahankan periode istirahat yang telah di
rencanakan.
Rasional.
(a) Mengetahui
tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.
(b) Menilai
mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang
bisa di gunakan.
(c) Dukungan
emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
(d) Relaksasi
merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan
(e) Pemahaman
terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
d. Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan
sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
Tujuan
Klien
akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
Kriteria hasil
(a) Frekuensi
nafas 16 – 20 kali/menit
(b) Frekuensi
nadi 60 – 120 kali/menit
(c) Warna
kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal
Rencana
tindakan
(a) Pantauan
status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
(b) Tempatkan
klien pada posisi semi fowler
(c) Berikan
terapi intravena sesuai anjuran
(d) Berikan
oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
(e) Berikan
pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas
Rasional
(a) Untuk
mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
(b) Posisi
tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c) Untuk
memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk
pemberian obat – obat darurat.
(d) Pemberian
oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
(e) Pengobatan
untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
(f) Untuk
memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis.
e. Resiko
tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas
Tujuan
Pemenuhan
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
hasil
(a) Klien
menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b) Tidak
terjadi penurunan berat badan
Rencana
tindakan
(a) Mengidentifikasi
faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan
ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.
(b) Anjurkan
klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.
(c) Lakukan
pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui
adanya masa pada saluran cerna
(d) Berikan
diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e) Bantu
klien istirahat sebelum makan
(f)
Timbang berat badan setiap hari
Rasional
(a) Merencanakan
tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.
(b) Dengan
perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.
(c) Mengetahui
kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Memenuhi
jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Kelelahan
dapat menurunakn nafsu makan.
(f)
Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan
nutrisi kurang.
f. Resiko
tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan
imobilisasi.
Tujuan
Klien
tidak mengalami infeksi nosokomial
Kriteria
hasil
Tidak
ada tanda – tanda infeksi
Rencana
tindakan
(a) Monitor
tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
(b) Gunakan
teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
(c) Pertahankan
kewaspadaan umum.
(d) Inspeksi
dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
(e) Berikan
nutrisi yang adekuat
(f)
Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak
normalan
(g) Berikan
antibiotik sesuai dengan indikasi
Rasional
(a) Adanya
rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi
(b) Teknik
steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c) Kewaspadaan
memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada
perubahan kondisi klien.
(d) Sputum
merupakan media berkembangnya kuman.
(e) Nutrisi
yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.
(f)
Sel darh putih yang meningkat menunjukan
kemungkinan infeksi.
(g) Tindakan
pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
g. Resiko
tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia,
emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
Tujuan
Klien
akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat
terbangun
Kriteria
hasil
(a) Mampu
mendiskusikan penyebab keletihan
(b) Klien
dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
(c) Klien
dapat rilek dan wajahnya cerah.
Rencana
tindakan
(a) Jelaskan
sebab – sebab keletihan individu
(b) Hindari
gangguan saat tidur.
(c) Menganalisa
bersama – sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).
(d) Indentivikasi
aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.
(e) Ajarkan
teknik pernafasan yang efektif.
(f)
Pertahankan tambahan O2 bila
latihan .
(g) Hindarkan
penggunaan sedatif dan hipnotif.
Rasional
(a) Diketahuinya
faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.
(b) Tidur
merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.
(c) Skala
Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.
(d) Kelelahan
terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan
istirahat.
(e) Pernafasan
efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f)
O2 digunakan untuk pembakaran
glukosa menjadi energi.
(g) Sedatif
dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot pernafasan.
h. Resiko
tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
Tujuan
Klien
mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.
Kriteria
hasil
(a) Klien
mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada saat
pulang
(b) Menggunakan
alat – alat pernafasan yang tepat
Rencana
tindakan
(a) Bantu
mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma
(b) Ajarkan
tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit
(c) Anjurkan
dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
(d) Ajarkan
dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
(e) Jelaskan
dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
(f)
Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada
perubahan karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas
pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada telapak kaki.
Rasional
(a) Diketahuinya
faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma .
(b) Tindakan
preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk memberikan pelayanan
secara komprehensif.
(c) Salah
satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.
(d) Klien
dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola nafas tidak
efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.
(e) Infeksi
terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .
(f)
Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera agar tidak
mengalami komplikasi.
1. Implementasi
Implementasi
merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap –
tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari
beberapa kegiatan antara lain :
a.
Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b.
Menulis/ mendokumentasikan rencana
keperawatan
c.
Memberikan asuhan keperawatan
d.
Melanjutkan pengumpulan data
2. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan
sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim
kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a.
Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
perawatan tercapai atau tidak
b.
Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk
dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan
prilaku klien
a.
Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan
prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah
ditentukan
b.
Tujuan tercapai sebagian jika klien telah
mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan
tujuan yang telah ditentukan
c.
Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu
atau tidak mau sama sekali menunjukkan
prilaku yang telah ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Djuanda,
Adhi. 2008, MIMS Indonesia : Petunjuk
Konsultasi. Ed. 7. Jakarta : PT. Infomaster
Doengoes,
Marilyn C, 2004 Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC
Hudak,
Gallo, 2012 Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta : EGC
Price,
Sylvia, 2005, Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999
Smeltzer,
Suzanne C,
2004 Buku Ajar keperawatan Medical Bedah,
Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta: EGC
Wilkinson,
Judith M. 2012, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan : diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9.
Jakarta : EGC
Komentar
Posting Komentar