Langsung ke konten utama

ASKEP ASMA BRONCHIALE


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
ASMA BRONCHIALE

Compiled by :

LINA AYU PRAMATASARI


1.    Definisi
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakhea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan. Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita. (United States Nasional Tuberculosis Assosiation 1967).
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma  adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi  asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial  dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(Iman Somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer, Suzanne, 2002).

1.    Etiologi
a.    Alergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna.
b.    Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa.
c.    Ketegangan atau tekanan jiwa.
d.    Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.
e.    Obat-obatan seperti penyekat beta, salisilat, kodein.
f.     Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap industri.

2.    Manifestasi Klinik
Stadium dini : Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a.      Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b.      Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c.       Whezing belum ada
d.      Belum ada kelainan bentuk thorak
e.      Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f.        Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
g.      Whezing
h.      Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
i.        Penurunan tekanan parsial O2

Stadium lanjut/kronik
a.    Batuk, ronchi
b.    Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c.    Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.    Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e.    Thorak seperti barel chest
f.     Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g.    Sianosis
h.    BGA Pa O2 kurang dari 80%
i.      Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j.      Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)


3.    Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.

4.    Pathways
Terlampir

5.    Pemeriksaan penunjang
a.      Spirometri (Tidal volume, kapasitas vital)
b.      Pemeriksaan sputum dan pemeriksaan eosinofil total (biasanya meningkat dalam darah dan sputum.
c.      Pemeriksaan  alergi (Radioallergosorbent Test : RAST) : Uji kulit, kadar Ig E  total dan Ig E specifik dalam sputum
d.      Foto thorak
e.      AGD

6.    Penatalaksanaan medik
a.      Bronkodilator
1)        Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
2)        Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
3)        Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase
4)        Antihistamin : Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju
5)        Kortikosteroid : Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
6)        Antibiotika : Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
7)        Ekspektoransia : Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)

7.    Pengkajian
a.      Pengkajian Primer
1)        Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)


2)        Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi
3)        Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
b.      Pengkajian Sekunder
1)        Riwayat penyakit sekarang
Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan
2)        Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
3)        Riwayat perawatan keluarga
Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga
4)        Riwayat sosial ekonomi
Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.

8.    Diagnosa Keperawatan
a.      Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).
b.      Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).
c.      Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;1995).
d.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).
e.      Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas, (Hudak dan Gallo;1997).
f.       Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).
g.      Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan Gallo;1997).
h.     Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan Martin Tucker;1993).


9.    Intervensi Keperawatan
a.      Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi   kental peningkatan  produksi mukus bronkospasme.
Tujuan
      Jalan nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil
(a)   Menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.
(b)   dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c)    dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
(d)   tidak ada suara nafas tambahan

Intervensi
(a)   Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
(b)   Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
(c)    Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
(d)   Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
(e)   Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
(f)        Dorong dan atau berikan perawatan mulut

Rasional
(a)      Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
(b)      Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
(c)       Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d)      Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
(e)      Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f)        Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

b.      Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
Tujuan
       Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
Kriteria hasil
(a)      Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
(b)      Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut

Rencana tindakan
(a)      Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
(b)      Posisikan klien dada posisi semi fowler
(c)       Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
(d)      Minimalkan distensi gaster
(e)      Kaji pernafasan selama tidur
(f)        Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea

Rasional
(a)      Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(b)      Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru
(c)       Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d)      Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e)      Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f)        Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.
c.      Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil
(a)      Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola    fikirnya.
(b)      Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
(c)       Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.

Rencana tindakan.
(a)      Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
(b)      Kaji kebiasaan keterampilan koping.
(c)       Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan     ketentraman hati.
(d)      Implementasikan teknik relaksasi.
(e)      Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
(f)        Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.

Rasional.
(a)      Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.
(b)      Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.
(c)       Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
(d)      Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan
(e)      Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
d.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
Kriteria hasil
(a)      Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
(b)      Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
(c)       Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

Rencana tindakan
(a)      Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
(b)      Tempatkan klien pada posisi semi fowler
(c)       Berikan terapi intravena sesuai anjuran
(d)      Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
(e)      Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas

Rasional
(a)      Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
(b)      Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c)       Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.
(d)      Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
(e)      Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
(f)       Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis.

e.      Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas
Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
(a)      Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b)      Tidak terjadi penurunan berat badan

Rencana tindakan
(a)      Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.
(b)      Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.
(c)       Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
(d)      Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e)      Bantu klien istirahat sebelum makan
(f)        Timbang berat badan setiap hari

Rasional
(a)      Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.
(b)      Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.
(c)       Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d)      Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e)      Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f)        Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.

f.       Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.
Tujuan
       Klien tidak mengalami infeksi nosokomial 
Kriteria hasil
       Tidak ada tanda – tanda infeksi        
Rencana tindakan
(a)      Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
(b)      Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
(c)       Pertahankan kewaspadaan umum.
(d)      Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
(e)      Berikan nutrisi yang adekuat
(f)        Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
(g)      Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

Rasional
(a)      Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi
(b)      Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c)       Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
(d)      Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
(e)      Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.
(f)        Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.
(g)      Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.

g.      Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
Tujuan
       Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat terbangun
Kriteria hasil
(a)      Mampu mendiskusikan penyebab keletihan
(b)      Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
(c)       Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.

Rencana tindakan
(a)      Jelaskan sebab – sebab keletihan individu
(b)      Hindari gangguan saat tidur.
(c)       Menganalisa bersama – sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).
(d)      Indentivikasi aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.
(e)      Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.
(f)        Pertahankan tambahan O2 bila latihan .
(g)      Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.

Rasional
(a)      Diketahuinya faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.
(b)      Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.
(c)       Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.
(d)      Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan istirahat.
(e)      Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f)        O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(g)      Sedatif dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot pernafasan.
h.     Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.
Kriteria hasil
(a)      Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang
(b)      Menggunakan alat – alat pernafasan yang tepat

Rencana tindakan
(a)      Bantu mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma
(b)      Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit
(c)       Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
(d)      Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
(e)      Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
(f)        Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada telapak kaki.
Rasional 
(a)      Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma .
(b)      Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c)       Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.
(d)      Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.
(e)      Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .
(f)        Perubahan yang terjadi menunjukan  perlunya penanganan segera agar tidak mengalami komplikasi.

1.      Implementasi
                        Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a.        Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b.        Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c.         Memberikan asuhan keperawatan
d.        Melanjutkan pengumpulan data
2.      Evaluasi
                        Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a.        Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b.        Untuk melakukan pengkajian ulang
                        Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien
a.        Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b.        Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c.         Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan  prilaku yang telah ditentukan.

                                                         DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. 2008, MIMS Indonesia : Petunjuk Konsultasi. Ed. 7. Jakarta : PT. Infomaster
Doengoes, Marilyn C,  2004 Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC
Hudak, Gallo, 2012 Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta : EGC
Price, Sylvia, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999
Smeltzer, Suzanne C, 2004 Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2012, Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta : EGC






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fixed Drugs Eruption (FDE)

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagiantubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macamgangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlahmekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmenmelanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari. Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memberikan suatu manifestasi klinis apabila timbul gangguan pada tubuh. Salah satu gangguan tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap suatu obat. Obat adalah bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan, pencegahan dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya obat dapat menimbulka

Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum

Compiled by : LINA AYU PRAMATASARI Definisi Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2005) Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. (Andyagreeni, 2010) Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan per

Asuhan Keperawatan Post Partum H-0 (Persalinan Normal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.        PENGERTIAN Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 200 8). Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa, 200 4 ). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 2008 ) . B.      TAHAPAN MASA NIFAS 1.       Puerperium Dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. dalam agama islam, dianggap bersih dan dapat bekerja setelah 40 hari post partum. 2.       Puerperium Intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. 3.       Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, berbulan-bula