Compiled by :
LINA AYU PRAMATASARI
- Definisi
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit
metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun
kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2005)
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan
kulit atau selaput lendir dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan
disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan
ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.
(Andyagreeni, 2010)
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi
kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta
kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting
untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah.
(
Zaidah, 2005)
- Etiologi
a. Diabetes
Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen,
dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan
genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1) Kelainan
sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2) Faktor
– faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan
sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel -
sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4) Kelainan
insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap
insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang
responsir terhadap insulin.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas
terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
1)
Faktor endogen
a) Genetik,
metabolik.
b) Angiopati
diabetik.
c) Neuropati
diabetik.
2)
Faktor eksogen
a) Trauma.
b) Infeksi.
c) Obat.
Faktor utama yang berperan pada
timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya
neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada
otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki
klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka
penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi
sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh
terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum
(Askandar 2005)
- Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik
disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan
terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain
(nyeri).
b. Paleness
(kepucatan).
c. Paresthesia
(kesemutan).
d. Pulselessness
(denyut nadi hilang)
e. Paralysis
(lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan
timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium
I : asimptomatis atau gejala
tidak khas (kesemutan).
b. Stadium
II : terjadi klaudikasio
intermiten
c. Stadium
III : timbul nyeri saat
istitrahat.
d. Stadium
IV : terjadinya kerusakan jaringan
karena anoksia (ulkus).
(Smeltzer
dan Bare, 2001: 1220).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki
diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 :
Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I :
Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :
Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III :
Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat
V : Gangren seluruh kaki atau sebagian
tungkai.
- Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/
komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut
angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya,
dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan
suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya (Anonim 2009).
a.
Diabetes
Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari
DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin
berikut:
1) Berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2) Peningkatan
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding
pembuluh darah.
3) Berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh.
Pasien–pasien yang mengalami defisiensi
insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang
ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan
timbul glikosuria karena tubulus–tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan
diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga
pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau
hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b.
Gangren
Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya
komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori
glikosilasi.
1) Teori
Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan
penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk
dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2) Teori
Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan
terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa
lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki
Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati
dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada
kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot
kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan
darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen
(zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
- Pathways
Terlampir
- Penatalaksanaan Medis
Menurut Soegondo (2006: 14),
penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus meliputi:
a) Obat
hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
(1) Pemicu
sekresi insulin.
(2) Penambah
sensitivitas terhadap insulin.
(3) Penghambat
glukoneogenesis.
(4) Penghambat
glukosidase alfa.
b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
(1) Penurunan
berat badan yang cepat.
(2) Hiperglikemia
berat yang disertai ketoasidosis.
(3) Ketoasidosis
diabetik.
(4) Gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat.
c) Terapi
Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah.
- Pengkajian
Menurut Doenges (2004), data pengkajian
pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya
ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu
dikaji meliputi :
1) Aktivitas
/ istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak /
berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot,
latergi, disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi,
ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia,
bola mata cekung
3) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (
poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk (
infeksi ), adanya asites.
4) Makanan
/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual /
muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik,
distensi abdomen
5) Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan
penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk,
latergi, aktivitas kejang
6) Nyeri
/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
7) Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu
dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
8) Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita
9) Penyuluhan
/ pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM,
penyakit jantung, strok, hipertensi
- Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus
secara teori mnurut (Judith M. Wilkinson 2012).
1)
Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2)
Gangguan integritas jaringan
berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3)
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan iskemik jaringan.
4)
Keterbatasan mobilitas fisik
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5)
Potensial terjadinya
penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
6)
Ganguan pola tidur
berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
- Intervensi Keperawatan
1) Diagnosa
no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan
melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a) Denyut
nadi perifer teraba kuat dan reguler
b) Warna
kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis.
c) Kulit
sekitar luka teraba hangat.
d) Oedema
tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e) Sensorik
dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a) Ajarkan
pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
darah.
b) Ajarkan
tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi
elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan
ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik
sehingga tidak terjadi oedema.
c) Ajarkan
tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh
darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
d) Kerja
sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan
dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2) Diagnosa
no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan
dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan
luka.
Kriteria hasil :
a) Berkurangnya
oedema sekitar luka.
b) Pus
dan jaringan berkurang
c) Adanya
jaringan granulasi.
d) Bau
busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
a) Kaji
luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
b) Rawat
luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan
larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan
nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses
granulasi.
c) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula
darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah,
pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan
penyakit.
3) Diagnosa
no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri )
berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
a) Penderita
secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
b) Penderita
dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri.
c) Elspresi
wajah klien rileks.
d) Tidak
ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36–37,5 0C, N: 60 – 80
x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18–20 x /menit).
Rencana tindakan :
a) Kaji
tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang
dialami pasien.
b) Jelaskan
pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang
terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
c) Atur
posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
d) Lakukan
massage saat rawat luka.
Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan
pengeluaran pus.
e) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi
nyeri pasien.
4) Diagnosa
no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi
(sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
a) Tanda-tanda
infeksi tidak ada.
b) Tanda-tanda
vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
c) Keadaan
luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
a) Kaji
adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda
penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
b) Anjurkan
kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama
perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu
cara untuk mencegah infeksi kuman.
c) Lakukan
perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran
infeksi.
d) Anjurkan
pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup
dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
e) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian
insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan
lebih cepat.
5) Diagnosa
no. 7
Kurangnya pengetahuan tentang proses
penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar
tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:
a) Pasien
mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat
menjelaskan kembali bila ditanya.
b) Pasien
dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
a) Kaji
tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada
pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau
pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
b) Kaji
latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan
dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai
tingkat pendidikan pasien.
c) Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan
tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
d) Jelasakan
prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien
didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara
langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan
cemasnya berkurang.
e) Gunakan
gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada/memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat
penjelasan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda,
Adhi. 2008, MIMS Indonesia : Petunjuk
Konsultasi. Ed. 7. Jakarta : PT. Infomaster
Doengoes,
Marilyn C, 2004 Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta: EGC
Hudak,
Gallo, 2012 Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik, Edisi IV, Jakarta : EGC
Price,
Sylvia, 2005, Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta: EGC, 1999
Smeltzer,
Suzanne C, 2004 Buku Ajar keperawatan
Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8, Jakarta: EGC
Wilkinson,
Judith M. 2012, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan : diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9.
Jakarta : EGC
Komentar
Posting Komentar